Seorang pemilik lahan di Ceper, Klaten, menghadapi situasi yang mengecewakan setelah seorang investor garmen yang sebelumnya sudah menyetujui harga lahan, tiba-tiba menarik diri dari kesepakatan. Penyebabnya adalah lahan tersebut kini masuk dalam zona hijau berdasarkan aturan tata ruang yang baru. Padahal, kesepakatan tersebut telah mencapai tahap akhir, dan pemilik lahan sudah bersiap untuk memulai proses transaksi.
Lahan tersebut berada dipinggir jalan propinsi Jogja Solo tepatnya disamping Soto Gunting Pak Randi di desa Jetis, Klepu, Ceper Klaten Jawa tengah dengan luas sekitar 1612 m2 dan sedang proses dijual tanah klaten.
Pemilik lahan tersebut mengungkapkan kekecewaannya terhadap kebijakan penetapan zona tata ruang yang dinilai tidak mempertimbangkan kondisi nyata di lapangan. “Lahan saya dikelilingi oleh tanah-tanah yang sudah masuk dalam zona merah atau industri. Saya heran mengapa lahan saya yang strategis, berada di pinggir jalan provinsi, malah dikategorikan sebagai zona hijau. Ini jelas menghambat potensi pemanfaatan lahan saya,” ujarnya.
Situasi ini menimbulkan kerugian bagi pemilik lahan, yang merasa tidak adil dengan keputusan tersebut. Ia berpendapat bahwa kawasan Ceper sudah dikenal sebagai kawasan industri, sehingga logis jika seluruh lahan di sekitar kawasan tersebut, termasuk miliknya, masuk dalam zona industri atau zona merah. Namun, kebijakan yang diambil justru sebaliknya, yang berakibat pada hilangnya kesempatan untuk menjual lahan kepada investor.
Kondisi ini menimbulkan keresahan tidak hanya bagi pemilik lahan, tetapi juga bagi para pelaku industri yang berminat untuk berinvestasi di daerah tersebut. Pengaturan tata ruang yang tidak sesuai dengan kondisi riil di lapangan bisa berdampak pada penurunan minat investasi, yang pada akhirnya merugikan pertumbuhan ekonomi lokal.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah daerah dan pihak terkait untuk segera meninjau ulang penetapan zona tata ruang di Ceper. Penyesuaian yang lebih sesuai dengan kondisi lapangan dapat membuka kembali peluang investasi dan mencegah kerugian yang lebih besar bagi para pemilik lahan. Pemilik lahan berharap, dengan adanya peninjauan ulang ini, situasi dapat kembali menguntungkan bagi semua pihak yang berkepentingan.