Ada beberapa aturan yang harus ditaati tamu undangan saat menghadiri tasyakuran pernikahan putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep.
Salah satunya adalah larangan mengenakan pakaian batik dengan motif parang lereng di acara yang akan digelar pada 10 Desember itu.
Larangan tersebut disampaikan langsung oleh Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming yang juga kakak dari Kaesang. Meski demikian larangan sebenarnya bukan datang dari keluarga, tapi dari pihak Pura Mangkunegaran.
“Yang boleh pakai motif parang itu kan kanjeng gusti. Yang lain, kita kan rakyat biasa ya pakai batik pada umumnya. Kalau ada yang kelupaan dan masih memakai batik parang, di depan itu banyak toko batik kok, silakan beli. Nanti kita jualan batik di depan juga deh,” ujar Kaesang sambil berseloroh.1
Parang lereng adalah satu dari sekian jenis motif batik parang yang ada di Indonesia. Ciri khas dari batik ini adalah motifnya yang terlihat berulang. Motifnya mengikuti garis diagonal dan konon diciptakan oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo.
Konon Sang Susuhunan Agung yang terinspirasi ombak yang menggulung-gulung saat bermeditasi di Pantai Selatan Jawa. Maka terciptalah motif ini yang bentuknya memang mirip ombak yang menggulung.
Di masa lalu, saat Mataram berkuasa motif batik ini hanya boleh digunakan oleh para raja dan keturunannya. Aturan itu juga berlaku hingga awal kemerdekaan.
Tapi, seiring waktu, motif parang juga digunakan oleh masyarakat umum. Meski demikian, orang di lingkungan Keraton Surakarta, Yogyakarta, Mangkunegaran, dan Pakualaman masih dilarang mengenakan motif batik ini.
Tentang Batik Parang yang Dilarang Dipakai di Nikahan Kaesang-Erina
Mengutip dari jurnal berjudul “Makna Motif Batik Parang Sebagai Ide dalam Perancangan Interior” yang ditulis oleh Sella Kristie, Tessa Eka Darmayanti, dan Sriwinarsih Maria Kirana, batik parang termasuk motif paling tua di Indonesia. Kata parang berasal dari bahasa Jawa “pereng” yang menggambarkan garis lengkung-lengkung menyerupai ombak di laut.
Batik Parang adalah Batik Kerajaan
Motif pada batik parang menggambarkan kekuatan dan pertumbuhan yang digunakan oleh para raja. Oleh karena itu, batik parang disebut juga batik larangan atau batik keraton karena tidak boleh dipakai oleh rakyat biasa.
Disebut batik larangan karena pada masanya, batik parang tidak boleh digunakan di luar lingkungan Keraton Mataram. Hal itu dikarenakan para kaum saudagar ingin mengkombinasikan motif parang dengan motif lain (parang seling).
Seiring dengan perkembangan zaman, kini batik parang mulai digunakan oleh masyarakat luas untuk berbagai kepentingan. Batik parang sering digunakan sebagai bahan pakaian untuk undangan ataupun acara resmi lainnya.
Filosofi Motif Batik Parang
Batik ini memiliki susunan motif yang membentuk seperti huruf S dan saling terkait satu dengan yang lainnya. Bentuk S melambangkan sebuah kesinambungan, kekuasaan, kekuatan, dan semangat yang tidak pernah padam.
Berikut adalah filosofi motif batik parang.
Motif batik parang yang saling berkesinambungan menggambarkan:
- Jalinan hidup yang tidak pernah putus
- Selalu konsisten dalam upaya untuk memperbaiki diri
- Memperjuangkan kesejahteraan dalam hubungan antara manusia dengan alam, manusia dengan manusia dan manusia dengan Tuhannya
- Garis diagonal dalam motif batik parang menggambarkan bahwa manusia harus memiliki cita-cita yang luhur, kokoh dalam pendirian, serta setia pada nilai kebenaran.
Jenis-jenis Motif Batik Parang
Berbagai motif pada batik parang memiliki ciri khas serta makna yang terkandung did alamnya. Motif pada batik parang juga menentukan siapa yang bisa memakainya. Batik parang terdiri dari beberapa jenis motif, yaitu:
- Parang rusak
- Parang barong
- Parang klitik
- Parang kusumo
- Parang tuding
- Parang curigo
- Parang centung
- Parang pamor.
Sejarah Perkembangan Batik Parang
Batik parang awalnya hanya satu dan dibuat oleh pendiri keraton Mataram Kartasura. Kemudian, kerajaan Mataram pecah menjadi Kasultanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.
Batik parang terkenal di area Jawa Tengah, khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta dan Solo. Walaupun memiliki jenis batik yang sama, namun terdapat perbedaan pada batik di kedua daerah itu.
Batik parang Yogyakarta pada umumnya terlihat mirip dengan batik parang yang terdapat di Solo karena Yogyakarta dan Solo berasal dari satu kerajaan yang sama. Perbedaan batik parang Yogyakarta dan Solo terletak pada bentuknya, di mana batik parang Yogyakarta memiliki bentuk diagonal dari kanan atas ke kiri bawah, sedangkan bentuk diagonal batik parang Solo merupakan kebalikannya, yaitu dari kiri atas ke kanan bawah.
Warna yang digunakan pada batik parang Solo cenderung didominasi oleh coklat soga, sedangkan batik parang Yogyakarta memiliki campuran dari warna lain, seperti warna putih dan hitam untuk dasar batik.